KANIGARAN – Berbagai upaya dilakukan Pemkot Probolinggo untuk memastikan agar masyarakat dapat terhindar dari gigitan nyamuk Aedes aegypti. Apalagi, catatan di 2019, jumlah warga yang terserang Demam Berdarah Dengue (DBD) naik drastis dibanding tahun sebelumnya. Yaitu dari 37 kasus di tahun 2018, menjadi 215 kasus di tahun 2019.
“Catatan dari Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan KB menyebutkan, tahun 2018 kasus DBD sebanyak 37 kasus dengan 1 pasien meninggal dunia. Di tahun 2019 angka ini melonjak fantastis ke angka 215 kasus, dengan 3 pasien meninggal dunia,” ujar Asisten Pemerintahan Setda Kota Probolinggo, Paeni Efendi, saat membuka Sosialisasi Peraturan Wali Kota Probolinggo Nomor 197 Tahun 2019 tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Probolinggo Tahun 2020, di gedung Puri Manggala Bhakti, Kantor Wali Kota, Senin (24/2) pagi.
Fakta itulah, menurut Paeni, yang harus disikapi bersama-sama. Dengan harapan upaya itu dapat meningkatkan kembali kesadaran dan peran aktif masyarakat dalam melakukan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit DBD.
“Dulu, DBD tumbuh subur di kawasan kumuh. Tapi dewasa ini, nyamuk bermigrasi ke kawasan perkotaan, memangsa siapa saja. Tua, muda. Pria, wanita. Anak-anak atau dewasa, dan mereka yang tidak menjaga kebersihan lingkungannya,” katanya.
Paeni mengajak 100 peserta sosialisasi pagi tadi, yang terdiri dari Tim Penggerak PKK Kelurahan/Kecamatan, Pokja I-III, LPM dan perwakilan tokoh masyarakat, untuk menerapkan gaya hidup sehat ala Rasul. Yakni, sehat hatinya (bersih), sehat pikirannya (mindset) dan sehat jiwanya (rapi, resik, rawat).
Paeni menambahkan, untuk mengantisipasi datangnya DBD, ia juga menyiapkan berbagai upaya mulai dari penerbitan surat edaran wali kota tentang kewaspadaan dan upaya pengendalian DBD, hingga sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat. Sosialisasi yang digelar kali ini, juga melibatkan juru pemantau jentik (Jumantik).
Jumantik sendiri merupakan mitra puskesmas dalam mencegah dan menurunkan angka DBD. Selain itu, kader ini juga bertugas untuk memantau kondisi lingkungan sekitar, dari penyebaran penyakit melalui kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
Pada kesempatan itu, Paeni berpesan, jika ada anggota keluarga atau masyarakat di lingkungan sekitar mengalami gejala DBD, agar langsung membawanya ke Puskesmas terdekat.
Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat Agus Dwiantoro, selaku penyelenggara giat pagi ini mengatakan, sosialisasi itu dianggap perlu dengan maksud untuk meningkatkan wawasan akan pentingnya menjaga lingkungan. Sekaligus sebagai upaya pencegahan dini terhadap penyakit DBD dan sebagai pedoman terhadap ancaman penyakit mematikan itu.
Sementara itu, Kepala Seksie Promosi Kesehatan Wiwiet Indrawati yang didaulat menjadi narasumber tunggal dalam kegiatan pagi itu menjelaskan, PSN itu terdiri dari pemantauan tempat perkembangbiakan, cara pemberantasan, mengetahui siklus nyamuk, memahami Angka Bebas Jentik (ABJ) dan mengetahui penggunaan larvasida (bubuk pembunuh jentik).
“Kami juga melakukan pendampingan dan monitoring Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (Juru Pemantau Jentik, red) oleh kader Jumantik di bawah koordinasi Puskesmas, camat, dan lurah,” katanya.
Masih dalam upaya mencegah DBD, lanjutnya, pihaknya bersama kader lingkungan juga menerapkan sistem 3M Plus. Yakni, menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air, dan mendaur ulang.
Sedangkan Plus-nya, katanya, yaitu mengganti air vas bunga, memperbaiki saluran dan talang yang tidak lancar, menutup lubang-lubang pada potongan pohon, menaburkan bubuk pembunuh jentik, dan memelihara ikan pemakan jentik di kolam.
“Lalu memasang kawat kasa di jendela, mengatur barang secara rapi dalam ruangan, memakai obat yang mencegah gigitan nyamuk, penanaman bunga pengusir nyamuk, dan membersihkan lingkungan,” terangnya.
Tak lupa, ia pun menjelaskan, gejala DBD itu biasanya meliputi demam tinggi, ruam atau bintik merah pada kulit, nyeri pada otot sendi, pusing, mual, muntah, nafsu makan menurun, hingga nyeri ulu hati. (Sonea)